Azni dan teman mainnya sedang membaca buku setiap sore (Dok. Pribadi) |
Kata
siapa melaksanakan proyek literasi dalam keluarga itu sulit? Ternyata jika kita
melakukannya dengan sungguh-sungguh sangat ada hasilnya lo, Bunda. Semua
tergantung dari kesungguhan dan niat juga komitmen kita orang tua sebagai
pembuat keputusan di rumah.
Tujuan literasi secara umum
adalah membentuk anak atau orang memiliki kecakapan hidup dan mampu bersaing
atau bersanding dengan orang atau bangsa lain. Ada pun enam literasi dasar yang
telah disepakati berdasarkan World
Economic Forum tahun 2015 yaitu : literasi baca tulis, literasi numerasi,
literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan
kewargaan. Namun untuk membentuk budaya literasi bangsa, gerbang utamanya adalah
meningkatkan minat membaca pada anak. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa
minat membaca buku pada anak Indonesia sangatlah rendah.
Berbagai upaya berusaha
dilakukan pemerintah untuk membudayakan membaca buku pada anak. Namun saya
meyakini jika tidak ada dukungan dari keluarga, upaya itu akan sia-sia saja. Keluarga
sebagai lingkungan terdekat dengan anak, harus berperan aktif membentuk anak
yang suka membaca buku. Jika pemerintah dan keluarga sudah kompak, saya yakin upaya
membudayakan membaca buku akan berhasil.
Upaya membiasakan
budaya literasi tentu saja adalah tugas bersama. Orang tua sudah seharusnya
mengambil peranan penting ketika anak dalam masa pengasuhannya di rumah dan
bahkan ketika pun sudah bersekolah. Orang tua terutama ibu adalah kunci dari
keberhasilan pembiasaan budaya literasi di lingkungan keluarga.
Membudayakan
membaca buku pada anak memang tak semudah membalikan tangan. Apalagi saat
ini kita berlomba dengan kecanggihan gagdet.
Tetapi juga bukan tidak bisa. Tentu saja kita bisa melakukannya dengan niat
yang kuat, komitmen dan berkesinambungan.
KISAH SAYA DENGAN GADGET
Saya
seorang ibu dari dua anak. Anak pertama laki-laki sekarang kelas satu SMP dan
yang kedua perempuan kelas satu SD bernama Azni. Dulu, saya adalah ibu yang tidak suka
membaca buku bahkan tak terpikir sedikit pun untuk menyediakan buku untuk
anak-anak. Saya yang terlahir dari keluarga sederhana tak terbiasa memiliki
buku bacaan di rumah. Saat itu anak saya masih kecil. Kedua-duanya sangat suka
main game di smartphone dan menonton televisi. Mereka diberi fasilitas, karena
menurut kami saat itu anak-anak juga harus melek teknologi. Sebuah pemikiran
yang ternyata menjadi bumerang sendiri di kemudian hari.
Waktu
terus berlalu, saya kemudian mengikuti berbagai seminar parenting. Saya juga
banyak membaca buku dan internet. Dari situ pemikiran saya mulai terbuka.
Ketika ada sebuah fakta menarik yang menyebutkan bahwa tingkat membaca orang
Indonesia berada di level kedua dari bawah, saya serasa ditimpuk. Lalu ketika
menyaksikan banyak tokoh dunia menjadi sukses, semuanya berkat kesukaannya pada
buku. Disitulah saya merasa bersalah membiarkan anak saya tenggelam dalam keasyikan
dunia maya. Mau jadi apa anak saya kelak?
Sebuah
catatan dari Jane M. Healy, Ph.D seorang psikolog pendidikan, tentang efek
tayangan televisi kembali menyentak sanubari saya. Pernyataan dia dilansir di
APP News, majalah resmi American
Academy of Pediatrics. Healy menyebutkan, “higher
level of television viewing correalted with lowered academy performance,
especially reading scores.” Sederhananya, kuatnya anak melihat televisi
berhubungan dengan kemerosotan prestasi akademik khususnya nilai membaca. Anak
yang terlanjur suka menonton televisi, akan menyebabkan malas berpikir karena
otaknya terbiasa dalam kondisi istirahat.
Puncaknya,
saya melihat anak saya terutama si bungsu mengalami masalah dalam perkembangan
sosialnya. Dia kurang bisa bersosialisasi. Dia juga tak percaya diri, pemalu, dan
sulit bicara panjang. Disitulah saya yang berdalih resign kerja hanya demi untuk fokus merawat anak merasa gagal.
Sejak
saat itulah saya berpikir bagaimana caranya mengubah kebiasaan tidak baik dalam
keluarga. Beruntung, saya kemudian masuk dalam sebuah komunitas penjual buku
anak. Di situ, selain ada materi marketing juga sering ada materi parenting.
Saya mendapatkan banyak solusi lewat share
pengalaman teman-teman. Mulailah saya menyusun proyek literasi keluarga untuk
saya, suami dan anak-anak.
Idealnya memang mengenalkan buku jika bisa dilakukan sedini mungkin. Dari buku “Membuat Anak Gila
Membaca”, karya Ustad Mohammad Fauzil Adhim (2015), saya mendapatkan banyak
ilmu. Seorang anak, sejak dalam kandungan bahkan sudah bisa diceritakan kisah dari buku. Selain bermanfaat untuk perkembangan kecerdasannya, juga membangun keeratan hubungan orang tua dan anak. Jika sejak bayi sudah dekat dengan buku, maka penanaman budaya literasi pada anak akan lebih mudah dilakukan.
Karena kasus yang saya alami
baru sadar ketika anak sudah terbius berbagai game dan televisi, maka tantangan yang dihadapi jauh lebih berat.
Tetapi tantangan ke depan pastinya akan jauh lebih dahsyat lagi. Anak akan
semakin sulit untuk lepas, karena kita tahu sendiri game dan televisi bersifat adiktif.
PROYEK LITERASI KELUARGA
Saya
sadar betul proyek saya itu mungkin akan ditentang bahkan dibenci anak-anak.
Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan lalu diubah pastinya akan menimbulkan
pertentangan. Bukan saja kendala dari anak-anak dan suami, namun yang paling
berat adalah kendala dari diri sendiri. Saya takut tidak bisa konsisten dan
tidak kuat dalam menjalaninya. Tetapi bagaimana pun saya harus berbuat sesuatu.
Saya pun mulai mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan dari buku, majalah,
internet dan lain-lain.
Poin-poin utama yang
saya buat adalah mencakup :
1. Memutus
mata rantai pola asuh yang diwariskan dari orang tua dahulu
2. Membuat
komitmen dan jadwal membaca buku
3. Menyediakan
buku bacaan semenarik gadget
4. Terus
update ilmu dan kreatifitas (alat dan
teknik membaca)
SEMANGAT
MEMUTUS MATA RANTAI POLA ASUH DAN KEBIASAAN BAWAAN
Tak
dapat dipungkiri bahwa dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan pengasuhan
anak, kita akan membawa “warisan” dari orang tua kita. Bagaimana kebiasaan
orang tua kita dahulu disadari atau tidak mempengaruhi pola asuh kita pada
anak-anak. Saya sejak kecil jarang memiliki buku bacaan. Karena orang tua saya
selain memang tak memiliki uang lebih untuk membeli buku, mereka sepertinya
juga tidak memprioritaskan hal itu. Dahulu juga tidak mudah menemukan buku anak
seperti sekarang, apalagi saya tumbuh di desa.
Berbekal
ilmu-ilmu yang saya dapatkan, saya sedikit demi sedikit mengubah kebiasaan kami
sekeluarga. Budaya warisan orang tua seperti makan sambil menonton televisi,
perlahan saya ganti dengan membacakan cerita. Untuk si bungsu yang masih berusia
3,5 tahun penerimaannya lebih mudah. Walau tentu saja tidak langsung menerima (tetap
pegang handphone). Tapi bagi si kakak
yang saat itu kelas tiga SD agak sulit. Tentu saja saya tidak bisa langsung
memaksanya.
Orang
tua adalah suri tauladan bagi anaknya. Oleh karena itu, saya yang lebih sering
berada di rumah mulai mengubah kebiasaan sendiri. Beruntung, saya bukan ibu
yang sangat cinta drakor atau sinetron atau serial televisi lainnya. Jadi untuk
masalah televisi, saya mudah saja meninggalkannya. Saya mulai membatasi
menonton televisi juga bagi semuanya. Kebiasaan saya yang baru adalah harus
membaca buku bahkan saat anak-anak sedang sibuk dengan smartphonenya.
Permainan Buku oleh Azni (Dok. Pribadi) |
MEMBUAT KOMITMEN DAN JADWAL MEMBACA BUKU
Pertama
kali yang saya lakukan adalah membeli buku dan membuat jadwal baca bersama. Saya
pun mengatakan langsung pada kedua anak saya. “Mama telah membeli buku bacaan
yang bagus untuk kakak dan adik. Mulai sekarang kita akan memiliki jam khusus
untuk membaca ya.” Reaksi si adik cukup antusias, dia memang baru lihat buku
yang berbeda dari biasanya. Saya memang membelikan mereka sepaket buku yang
beragam bentuk, warna dan gambarnya. Berbeda dengan adik, kakak terkesan cuek
dan tidak terpengaruh.
Azni saat masih TK dibiasakan membaca buku sebelum tidur (Dok. Pribadi) |
Saya
pun mengenalkan jadwal membaca buku bersama lengkap dengan manfaat dan
rewardnya. Jadwal baca sengaja saya satukan dengan kegiatan belajar / setelah
salat Maghrib dan makan, biar sekalian. Biasanya kita akan membahas hasil bacaan semalam setelah selesai salat subuh. Setiap hari Sabtu karena kedua anak
saya libur, saya pun membuatkan jadwal kreasi. Bentuk kreasinya bisa membuat
kue bersama, praktik sains sederhana, mencampur warna, membuat mainan sederhana
dan lain-lain.
Azni dan Kakak membuat slime (hari Sabtu) (Dok. Pribadi) |
MENYEDIAKAN BUKU BACAAN YANG SEMENARIK
GADGET
Saya
berpikir bagaimana mengenalkan buku agar semenarik dengan gadget mereka.
Beruntung, saat ini buku-buku buatan penerbit Indonesia kian beragam. Jika
dahulu untuk mendapatkan buku bagus, harus impor dari luar negeri. Sekarang
bermacam buku sudah ada di Indonesia. Bahkan ada buku yang bisa dibaca dengan
aplikasi augmented reality (AR), bisa
dibaca dengan epen dan lain-lain. Bahkan bentuk buku sekarang sangat menarik.
Selain berilutrasi dengan baik juga bentuknya kian variatif. Ada bentuk buku pop up book, ada flip book dan lain sebagainya.
Tantangan
untuk menghadirkan buku di keluarga adalah tentu saja soal budget. Saya juga tak bisa memungkiri untuk mendapatkan sepaket
buku bagus itu tak murah. Makanya saat itu saya gencar menjadi marketing buku
agar bisa mendapat buku dari komisi yang didapat. Ini hanya soal prioritas
sebenarnya. Tak harus mahal juga. Jika bisa membeli buku yang terjangkau, dan
anaknya sudah suka malah lebih efisien ya.
Saya
berusaha menyediakan buku di semua tempat yang mudah dijangkau anak. Di kamar tidur, dekat televisi dan di ruang tamu.
Anak saya yang bungsu sering memainkan buku menjadi bentuk-bentuk sesuai
keinginan dia. Saya sengaja membiarkannya agar dia terbiasa dekat dengan buku.
Koleksi buku kami di dekat televisi (Dok. Pribadi) |
UPDATE ILMU DAN KREATIFITAS
Selain
menyediakan buku-buku menarik di rumah, saya pun harus terus belajar cara
membacakan buku (reading aloud) yang
mengasyikan bagi anak. Selain itu juga saya sering melakukan berbagai
kreatifitas baik dari kertas, cat air maupun biji-bijian dan tepung-tepungan. Saya
pun sering membuat kartu-kartu huruf, angka dan lain-lain dari karton untuk
sarana pembelajaran anak saya terutama yang bungsu. Menurut saya, ini juga
adalah bagian dari membudayakan literasi dalam keluarga.
REWARD DAN PUNISHMENT
Reward
ini terkait dengan si kakak. Saya buat perjanjian dengannya, jika sudah selesai
baca satu buku, kakak boleh minta makanan apapun yang disukai. Begitu pun
dengan adik, saya sering memberinya penghargaan kalau dia sudah melakukan
kegiatan sesuai kesepakatan. Penghargaan ini tidak harus selalu mahal ya. Saya
juga tak lupa memberikan hukuman terutama untuk kakak. Jika pada jam tersebut
tidak baca buku, saya kurangi jatah main handphone-nya
(karena kakak belum bisa sepenuhnya lepas dari Hp).
HAMBATAN-HAMBATAN
Hambatan
dalam pelaksanaan proyek literasi keluarga saya paling berat adalah dari diri
saya sendiri. Kemalasan dan capek adalah musuh yang harus dikalahkan. Berat
banget pada awalnya, apalagi saya harus mengurus urusan domestik juga. Namun
lama kelamaan saya mulai terbiasa. Saya meniatkan semuanya sebagai bentuk rasa
syukur dan pengabdian saya sebagai insan yang telah diberikan banyak
kebahagiaan oleh-Nya.
KEBERKAHAN-KEBERKAHAN DARI KESUNGGUHAN
Benar
sekali jika kita bersungguh-sungguh maka akan mendapatkan hasil. Tuhan pun
menyuruh hambanya untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan. Walau pun
terseok-seok, proyek literasi keluarga saya bisa dibilang berhasil.
Alhamdulillah wa syukurillah, saat ini si bungsu sudah tak pernah memegang handphone, bahkan menonton televisi pun
tak pernah. Untuk kakak, saya masih memberinya toleransi, sepanjang dia masih
melakukan kesepakatannya. Karena untuk kakak yang sudah kelas satu SMP,
terkadang memang membutuhkan smartphone
untuk browsing informasi atau membuat
konten vlog yang mulai digemarinya.
Azni dan temannya Widya yang sedang membaca dan memainkan buku. (Dok. Pribadi) |
Keberkahan tak terkira yang begitu membuat saya selalu bertakbir adalah si adik yang dulu dilabeli anak kuper, kini jadi anak berani, banyak teman dan cerdas. Dia juga bisa membaca buku sejak sebelum masuk SD dengan mudah. Bukan itu saja, setiap melihat buku, wajahnya akan semringah. Hilang rasanya rasa lelah saat saya harus extra memperhatikan dia. Saya setiap waktu membacakan buku, memberianya kesempatan menyimpulkan cerita, melakukan berbagai kreatifitas bersama, bermain bersama. Saya pun mendatangkan temannya ke rumah untuk sama-sama bermain. Bukan itu saja, saya ikut ke sekolahnya. Berkenalan dengan teman-teman barunya, hingga dia mulai percaya diri. Alhamdulillah, saya sering diberi kesempatan untuk membacakan buku bagi anak-anak PG dan TK di sana.
Kegiatan Mama membacakan buku di SDN Kranggan Mojokerto (Dok. Pribadi) |
Keberkahan
kedua adalah si Kakak. Masya Allah si kakak luar biasa. Dia yang dulu dilabeli
tetangga sebagai anak gila game menjelma
menjadi anak yang berprestasi dan berkarya. Kakak banyak mendapat piala dalam lomba-lomba
tingkat kota, provinsi maupun nasional. Kakak juga sudah memiliki buku sendiri.
Dia ikut menulis cerita pendek dalam dua buku antologi bersama teman-temannya.
Keberkahan
paling tak terduga adalah saya menjelma menjadi penulis buku anak. Allah memang
sebaik-baiknya pembuat skenario. Dari kebiasaan saya membacakan buku pada anak,
saya menjelma menjadi penulis buku anak. Beberapa buku anak saya sudah terbit di
beberapa penerbit nasional maupun indie. Saya juga terpilih menjadi salah satu
penulis buku anak dalam ajang Gerakan Literasi Nasional yang diselenggarakan
oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019 ini.
Saya
setuju dengan pepatah Arab ini : man
jadda wajada. Siapa pun yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Atas
izin Allah, proyek saya itu cukup berhasil setidaknya menurut saya. Walau pun
hingga kini masih terus memperbaiki dan berusaha konsisten. Saat ini saya berusaha memberikan contoh dengan terjun langsung menjadi bagian pejuang literasi. Saya membaca buku, menulis dan membacakan buku bagi anak saya maupun anak tetangga saya. Kedepannya saya memiliki impian untuk meluncurkan program "Membacakan Buku Gratis Bagi TK-TK di Mojokerto". Semoga terwujud, aamiin.
Semoga secuil pengalaman
saya ini dapat melecut semangat dan bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya. Mari kita bantu upaya pemerintah menggalakkan literasi bangsa dengan
upaya kita dari rumah. Semoga segala upaya yang tengah kita lakukan bersama nantinya
akan menghasilkan generasi Indonesia berkualitas dan berakhlak baik. Aamiin.
EmoticonEmoticon