Pic by Canva |
Postingan ini adalah salah satu catatan yang dihimpun saya dari berbagai media yang saya baca saat terjadi Pandemi Corona di Dunia. Saya sebagai warga Indonesia ingin mengabadikan apa yang terjadi versi saya saat terjadi pandemi Corona, untuk pengalaman dan pembelajaran kelak jika anak atau cucu saya baca hehe.
Suatu
hari sekitar bulan Februari 2020 saya tanpa sengaja menyimak berita di saluran
BBC News yang melaporkan adanya virus yang merepotkan masyarakat Wuhan, China
(iya, biasanya nggak pernah nonton BBC). Virus itu sebetulnya menyerang
masyarakat Wuhan sejak bulan Desember 2019. Berbagai penyebab pun mencuat, ada
yang menyebut karena masyarakat di sana suka makan kelelawar. Walau pun
kemudian bermunculan teori-teori yang menyebut penyebab munculnya virus corona
atau Covid-19.
Pada saat itu saya tidak begitu khawatir, karena perkiraan saya virus itu paling hanya terjadi di negera China. Dan, saya tahu betul kehebatan dan kekayaan Negara China. Untuk memmerangi virus pastinya mereka sangat bisa. Hingga suatu hari ada sebuah broadcast di wa yang membahas virus corona di Wuhan dan ternyata virus itu mematikan.
Pada saat itu saya tidak begitu khawatir, karena perkiraan saya virus itu paling hanya terjadi di negera China. Dan, saya tahu betul kehebatan dan kekayaan Negara China. Untuk memmerangi virus pastinya mereka sangat bisa. Hingga suatu hari ada sebuah broadcast di wa yang membahas virus corona di Wuhan dan ternyata virus itu mematikan.
Tak
berapa lama setelah berita itu, kota Wuhan pun melakukan keputusan lockdown
agar penyebaran virus tidak sampai keluar kota. Tetapi itu ternyata tak serta
merta memutus mata rantai penyebaran, karena siapa pun yang pernah kontak
dengan penderita atau carier (pembawa virus tapi tidak sakit), diduga positif
infeksi virus. Apalagi masa inkubasi virus yang lumayan lama sekitar 5-14 hari.
Artinya, yang pernah ke Wuhan dan kontak dengan penderita covid-19 bisa saja
belum menunjukkan gejala dan ternyata dia membawa virus (carier).
Masalah
semakin tidak biasa, saat virus itu menyerang warga Italy. Hingga WHO pun
menyatakan bahwa dunia Pandemi Corona. Diberitakan, Negara Italy sebetulmya
sudah menghimbau warganya untuk tetap di rumah dan menjaga jarak (social
distancing), tetapi ada beberapa anak muda yang tak peduli. Mereka berpiknik,
berpesta, hingga wabah menyebar kemana-mana. Korban terus berjatuhan, Italy pun
memutuskan lockdown negaranya.
Beberap
Negara memutuskan untuk lockdown,
termasuk Singapura dan Malaysia. Mereka tidak membolehkan siapa pun untuk
datang dan pergi dari negaranya. Sementara itu, di Negara sendiri Indonesia
saya menyaksikan sendiri pemerintah kurang persiapan bahkan terkesan meremehkan
akan bahaya virus corona. Lebih tidak saya pahami lagi, pemerintah malah
melakukan promosi pariwisata besar-besaran dengan banyak diskon. Mungkin
niatnya baik, ingin menggebrak sector pariwisata dan bisa jadi sudah melalui
persiapan yang lama, makanya tetap digelar. Siapa sangka ternyata corona tak
bisa dianggap remeh temeh.
Keremehtemehan
corona jelas tampak saat ada tiga warga Depok yang positif Corona setelah
kontak dengan warga Jepang. Lalu tak lama setelah itu, salah satu mentri pun
dinyatakan positif corona setelah menjemput WNA di pelabuhan. Lalu dilanjutkan
dengan mentri yang lainnya hingga ada seorang walikota juga positif corona
pasca kunjungan kerja ke luar negeri. Keadaan Indonesia kian semrawut dan
tegang, saat ada beberapa dokter yang akhirnya harus meregang nyawa karena
ketidaksiapan Alat Pelindung Diri yang ada di RS. APD yang mestinya siap
sebagai alat tempur tenaga kesehatan, ternyata sulit dicari. Bukan saja karena
tidak menyiapkan, tapi juga karena masyarakat memborong semua alat kesehatan
yang semestinya untuk tenaga kesehatan.
Anjuran pemerintah
untuk memakai masker, ternyata berbuah boomerang bagi tenaga kesehatan.
Masyarakat berebut membeli bahkan banyak di antaranya yang menimbun masker yang
diperuntukan bagi tenaga kesehatan. Masker pun melambung harganya dan menjadi
barang yang langka. Kalau pun ada mahal harganya. Saya pernah ditawari satu box
isi 50 haraganya 500 ribu, padahal asilnya harganya 50ribu. Ada yang bilang
kelangkaan masker juga terjadi karena pemerintah sebelumnya telah mengekspor
masker untuk membantu warga China. Wallohu a’lam ya, jika benar sih nggak
apa-apa membantu, yang penting tetap ada untuk warga kita sendiri ye kan?
Belum
lagi soal makser selesai, lanjut ke masalah hand sanitiser yang langka. Alkohol
pun meyusul hingga desinfektan serta bahan-bahan pembuatnya. Padahal, semua
barang itu sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan di RS/Puskesmas. Dalam
keadaan seperti itu, masyarakat pun digempur dengan permasalah berita-berita
hoax yang setiap hari menghiasi media sosial dan grup-grup wa. Masyarakat
dihantui ketakutan.
Ketika sudah
mulai serius dan tegang, barulah pemerintah mengambil sikap untuk meliburkan
anak-anak sekolah mulai dari Paud hingga Perguruan Tinggi (PT). Mereka pun
menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing dan diam di rumah. Hal
ini untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus. School from home menjadi
pilihan, begitu pun dengan orang tua harus work from home. Sejak tanggal 16
Maret 2020 hingga saat catatan ini ditulis (5 April 2020), sekolah masih libur
/SFH. Ini sejarah baru dalam dunia pendidikan Indonesia dan juga dunia, libur
sangat lama karena wabah. Tetapi ternyata pekerja tidak semuanya bisa dirumahkan
termasuk suami saya, tetap saja harus berangkat kerja dengan peningkatan kesadaran
social distancing juga memakai masker
dan selalu pakai hand sanitizer.
pic by canva |
Tanggal
11 Maret adalah tanggal yang penting bagi WHO. Pada hari itu WHO menyatakan
dunia sedang dilanda Pandemi atau Wabah Coronavirus. WHO pun merilis banyak
cara untuk mengatasi penyebaran virus itu dengan selalu cuci tangan pakai
sabun, jika keluar pakai hand sanitizer dan jangan lupa pakai masker.
Saat ini,
ada 2000 lebih penduduk Indonesia yang dinyatakan positif covid-19. Ratusan yang
meninggal dan ratusan pula yang sembuh. Pemerintah Indonesia tak melakukan
antisipasi lockdown seperti yang
disuarakan sebagian masyarakat, karena menurut mereka itu tidak akan efektif. Meski
pun banyak usulan untuk lockdown agar
WNA tak bisa datang ke Indonesia, tetapi tak membuat pemerintah mau menerima
usulan itu. Akhirnya setelah adanya himbauan untuk social distancing dan diam
di rumah saja, pemerintah memutuskan agar masyarakat melakukan PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar). PSBB akan saya ulas nanti di postingan blog
selanjutnya, karena cukup panjang ada 6 poin kalau tidak salah.
Sebelum PSBB,
ada juga usulan yang muncul, yaitu karantina wilayah. Lockdown dan karantina
wilayah katanya berbeda, walau pun pada prakteknya hampir sama. Tapi kemudian
usulan karantina wilayah juga tak mendapat respon. Adalah Kota Tegal yang
melakukan lockdown lokal, setelah sebelumnya Gubernur Jakarta terlebih dahulu
melakukannya, walau pada akhirnya keduanya mendapat teguran dari pemerintah
pusat. Katanya menurut aturan, lockdown itu wewenang pusat.
Tidak
berhenti sampai situ, lockdown merebak hingga ke perkampungan, kompleks dan
perumahan. Ada banyak kampung, perumahan dan kompleks yang melakukan lockdown
lokal, walau pun kemudian didatangi aparat keamanan. Iya, solusi pemerintah
saat ini masih PSBB bukan lockdown. Persoalan pun kian meruncing dengan adanya
arus mudik dari daerah epicentrum virus, Jakarta. Jika ini terus dibiarkan,
maka sudah dapat dipastikan virus akan terus menyebar kemana-mana bahkan hingga
ke kampung-kampung. Wapres didesak untuk megeluarkan fatwa haram Mudik! Akankah
itu terjadi? Kita lihat saja ya.
Itu saja
dulu catatan dari saya. Selanjutnya saya akan bahas soal APD, PSBB, Warna Warni
SFH, Suka duka WFH, istilah-istilah yang sedang popular saat pandemic coronam
hikmah-hikmah dibalik pandemic Corona, dan lain-lain. Mari kita akhiri catatan
ini dengan perasaan optimis, saya yakin pandemi corona ini akan segera
berakhir. Saya yakin juga Allah Maha Melindungi hambanya, oleh karena itu marilah
untuk terus mendekatkan diri pada-Nya. Oh iya, jika ada kesalahan dalam catatan
saya, silakan komentar di bawah, akan saya koreksi. Terima kasih.
EmoticonEmoticon